Thursday, May 5, 2016

Ahok tak berkutik diserang tiga menteri soal reklamasi


HELLO NEWS - Proyek 17 pulau reklamasi di Teluk Jakarta menuai polemik. Setelah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan tangkap tangan M Sanusi (mantan anggota DPRD DKI Jakarta) yang menerima suap dari pengembang PT Agung Podomoro Land.

Suap itu diduga terkait pembahasan dua raperda tentang reklamasi. Salah satu poin yakni tambahan kontribusi untuk pengembang dianggap memberatkan pengembang.

Berawal dari situlah, mega proyek ini belakangan diketahui banyak kecacatan. Salah satunya, banyak aturan yang membuat perizinan jadi tumpang tindih.

Bahkan di salah satu pulau, tepatnya Pulau C dan D yang dikelola PT Kapuknaga Indah, anak perusahaan PT Agung Sedayu Group, sudah berdiri bangunan. Padahal, izin mendirikan bangunan belum keluar.

Berbagai temuan itu, nyatanya tak membuat Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, menghentikan proyek ini. Dia yakin reklamasi tak melanggar karena ada aturan yang dibuat sejak tahun 1995.

Tetap jalan karena ada Perda nya tahun 95 dan ada kepresnya. Sebetulnya kalau menurut saya jalan saja, itu kan cuma ada revisi (Perda) mau masukin kewajiban tambahan yang jadi masalah kan di situ," ujar Ahok.


Menurut Ahok, dalam perda yang akan direvisi dia mengajukan syarat lahan terbuka yang lebih besar dari para pengembang. Hal ini karena dalam aturan yang lama, pengembang hanya wajib menyerahkan 5 persen dari lahan kepada Pemprov DKI.

"Kepres 95 termasuk Perdanya bilang, hanya atur gini, pengembang wajib berikan 5 persen wilayah dari pulau kepada DKI. Waktu saya baca itu, saya bilang gak boleh. Kenapa? Waktu gak disebutin pun kita sudah dapat 40 persen lebih dari fasilitas umum (fasum) fasilitas sosial (fasos). Kalau kamu sebut hanya 5 persen, bisa saja kalau pengembangnya pintar, mereka katakan 5 persen ini sudah termasuk fasum fasos, kan saya sudah kasih kamu 48 saya kelebihan 43 persen," ujar Ahok.

Singkat cerita, kemudian proyek itu dimoratorium. Alasannya untuk membuat satu aturan baku yang dijadikan acuan untuk semua proyek reklamasi utamanya 17 pulau di Indonesia.

Pascamoratorium itu, Ahok, sapaan Basuki, masih tetap ngotot proyek tetap bisa berjalan. Sampai akhirnya, Ahok bersama Menko Kemaritiman, Rizal Ramli, Menteri LHK Siti Nurbaya dan Menteri KP Susi Pudjiastuti, memutuskan meninjau langsung proyek reklamasi. Utamanya di Pulau C dan D yang dikabarkan pembangunan masih terus berjalan.

Peninjauan dilakukan Rabu pagi kemarin. Saat itu, ketiga menteri tersebut menyatakan sikap tegasnya terkait proyek reklamasi.


Menteri Siti menegaskan proyek pulau buatan yang dikerjakan PT Kapuk Naga Indah, perusahaan properti milik taipan Sugianto Kusuma alias Aguan, bermasalah.

Siti mengungkapkan, proyek Pulau C dan Pulau D seharusnya tak dibuat berdempetan. Sebab dalam kajian Amdal yang diterima pihaknya terkait dua pulau tersebut disebut kedua pulau harus dipisah sebuah kanal yang jaraknya 300 meter.

"Harusnya ada kanal membelah pulau ini yang jaraknya 300 meter untuk dibuat jalan nelayan. Tapi seperti yang kita lihat, dua pulau ini menyatu seperti daratan," kata Menteri Siti Nurbaya di Pulau D, Jakarta Utara, Rabu, (4/5).

Menurut Menteri Siti, Amdal terdahulu yang dibuat oleh pengembang perlu dilakukan pengkajian ulang. Sebab, banyak hal yang menjadi tanda tanya besar dari sisi lingkungan.

"Tidak dikaji dengan baik seperti ketersediaan air bersih. Kegiatan lainnya juga. Mengenai urukan juga harus dicari tahu, dari mana asalnya juga perlu dikaji kembali," kata Siti.


Kritik soal reklamasi juga disampaikan Menteri Susi. Susi memahami benar kondisi nelayan tradisional di tengah proyek reklamasi Pulau G. Mereka harus berjibaku mencari ikan di tengah laut yang 'diaduk-aduk' oleh pengembang.

"Saya tahu untuk nelayan tradisional yang mencari ikan di teluk Jakarta, pasti susah karena ikannya berkurang dan lautnya diaduk-aduk. Kita akan koreksi," janji Susi.

Susi mengatakan, reklamasi harusnya dijalankan dengan syarat-syaratnya yang ditetapkan. Jangan sampai dalam pengembang mengalahkan masyarakat. Tapi warga juga harus memperjuangkan nasibnya tanpa bersikap anarkis ataupun rasis.

"Nelayan bukan suku marjinal. Penyumbang GDP (gross domestic product) tertinggi itu perikanan. Lah masa kita mau digusur-gusur," tandas Susi.


Sindiran tak kalah keras disampaikan Menko Rizal. Di depan Ahok, dia menyemprot perwakilan pengembang Kapuknaga Indah, Nono Sampono.

"Intinya pengembang mau ikut kita enggak, kalau enggak mau nurut di sikat!" kata Rizal.

Mendengar pernyataan Rizal, Direktur III PT Kapuknaga Indah (KNI) Nono Sampono terlihat pasrah dan tertunduk lesu. Atas nama perusahaan, dia siap mengikuti aturan yang dibuat pemerintah.

"Siap mengikuti perintah pak. Pengembang akan mengikuti pemerintah," ujar Nono.

Rizal juga menantang Agung Podomoro Land, selaku pengembang Pulau G jangan bertindak sok jago. Pengembang pulau itu tak mengizinkan siapapun termasuk nelayan melewati Pulau G yang dijaga ketat.

"Saya pingin tahu siapa yang sok jago di sini? Bilang sama Podomoro, jangan ada yang sok jagoan di sini," jelasnya.

"Saya tidak peduli! Siapa yang mengancam nelayan? Tunjuk mukanya sekarang. Ini republik didirikan buat semua. Jangan sok jago!," ucapnya kesal.


Ahok yang turut dalam rombongan para menteri tak mau banyak bicara. Bila biasanya dia begitu yakin proyek reklamasi tak melanggar aturan, kini dia memilih tak berdebat.

Dia siap mengikuti semua aturan pemerintah. Salah satunya menunggu hasil kajian analisa mengenai dampak lingkungan (amdal) pulau-pulau tersebut.

"Intinya kami Pemprov DKI menunggu hasil dari Kementerian Lingkungan Hidup. Nanti kami akan tindaklanjuti," ujar Ahok di sela kunjungannya ke pulau reklamasi.

Terkait sejumlah pengerjaan yang masih dilakukan pengembang pascamoratorium, Ahok berdalih perusahaan itu sudah berkirim surat padanya berjanji menghentikan seluruh pembangunan di pulau reklamasi.

"Saya laporkan juga, dua minggu lalu pengembang-pengembang sudah kirim surat, bersedia untuk memberhentikan pembangunan selama moratorium," klaimnya.


Ahok menegaskan, pihaknya tidak pernah mengeluarkan surat izin membangun di atas pulau reklamasi. Sebabnya, masih ada dua aturan yang tumpang tindih.

"Kalau IMB memang kita masih berdebat. Apakah nunggu perda baru atau pakai perda yang baru. Kalau pakai yang lama saya bisa keluarkan," jelasnya.

"Yang terjadi sekarang, disebut dengan yang tafsiran bahwa masih ada perda dulu. Sedangkan perda sebelumnya kan sudah ada dan itu sudah kita serahkan Ibu Siti kajiannya seperti apa," sambungnya.

Setelah meninjau proyek reklamasi, Ahok tak mau banyak bicara. Dia memastikan proyek reklamasi hanya masalah teknis yang perlu diselaraskan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Bisa jadi, kata dia, persyaratan itu tak dibutuhkan pemerintah daerah tapi dibutuhkan pemerintah pusat.

"Makanya kita ini teknis. Dia berdebat soal teknis bahwa kalau dia bilang butuh, padahal kalau yang lain enggak butuh," pungkas Ahok.

No comments:

Post a Comment